2014-12-30

Sejarah Gunung Bromo dan Kisah Mistik Didalamnya

Sejarah gunung Bromo yang terletak di Jawa Timur ini tidak banyak diketahui bila ditelusuri secara ilmiah. Tinggi dari gunung api aktif ini adalah 2.329 meter dan merupakan bagian dari massif Tengger. Meskipun bukan puncak tertinggi, gunung Bromo tetap merupakan salah satu dari area massif yang paling mengundang perhatian turis. Gunung api yang namanya diambil dari penyebutan Jawa dari nama Brahma ini sekarang menjadi bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Asal Mula Sejarah Gunung Bromo yang Mistik

Sejarah Gunung Bromo dan Kisah Mistik Didalamnya

Sejarah gunung Bromo, layaknya gunung lain di Indonesia, dibalut dengan kisah-kisah mistik penuh keajaiban yang turun temurun diceritakan kepada masyarakat. Karena hal ini juga, orang-orang Tengger yang tinggal di Probolinggo, Jawa Timur, mau repot-repot berjalan hingga puncak gunung ini untuk memberikan sesembahan yang berupa buah, nasi, sayur-sayuran, bunga, atau bahkan hewan ternak. Kegiatan yang dilakukan pada hari ke-14 dari festival Hindu Yadnya Kasada ini dilakukan untuk membuat dewa gunung senang dengan cara melemparkan sesembahan yang telah mereka bawa ke kaldera gunung api ini.

Ritual yang dilakukan oleh orang-orang Tengger ini bermula dari kisah rakyat yang beredar sekitar abad ke-15 dimana seorang putri yang bernama Roro Anteng memulai kerajaan yang bernama Tengger bersama suaminya yang bernama Joko Seger. Pasangan ini memang hidup bahagia, tapi mereka tidak mampu memiliki anak sama sekali dan harus meminta pertolongan dari para dewa yang ada di gunung. Para dewa menyetujui hal ini, dan memberikan 24 anak. Meski begitu, para dewa meminta bayaran, dimana anak mereka yang ke-25 yang nantinya dinamai Kesuma harus dilemparkan ke dalam gunung api sebagai persembahan. Meski berat bagi pasangan itu, perintah dewa gunung ini dipenuhi dan terus berlanjut hingga saat ini meskipun tidak lagi menggunakan manusia sebagai pengorbanannya. Meskipun berbahaya, ada beberapa masyarakat lokal yang turun hingga kawah untuk mengambil kembali barang-barang yang telah ia korbankan karena ia percaya bahwa hal tersebut dapat membawa keberuntungan kepada mereka.

Sejarah gunung Bromo tidak lepas dari kultur masyarakat sekitarnya, dan jika bicara tentang masyarakat sekitarnya, kita juga tidak bisa mengabaikan tradisi-tradisi yang sering mereka lakukan, dimana selain ritual pemberian sesembahan, mereka juga sering mengunjungi sebuah candi Hindu yang disebut Pura Luhur. Candi yang memiliki ikatan penting dengan orang-orang Tengger ini tersebar di beberapa desa di sekitar gunung Bromo seperti Ngadisari, Wonokitri, Ngadas, Argosari, Ledok Ombo, Wonokerso, dan Ranu Prani. Candi ini juga lah yang mengorganisir upacara Yadnya Kasada setiap tahunnya yang berlangsung selama satu bulan. Pada hari ke-14, masyarakat Tengger berkumpul di Pura Luhur Poten untuk meminta berkat dari Ida Sang Hyang Widi Wasa dan dewa Mahameru. Baru setelah itu mereka pergi untuk melemparkan sesembahan ke pusat gunung Semeru.
Untuk masalah erupsi sendiri, gunung Bromo tidak terlalu ganas hingga erupsinya memakan ratusan atau ribuan korban. Meski bagitu, pada erupsi pertamanya di tahun 2004, gunung ini berhasil merenggut nyawa dari 2 orang yang terkena batu akibat ledakan. Erupsi kedua terjadi pada tanggal 23 November 2010. Hari Selasa pada waktu itu nampak biasa saja, hingga akhirnya pada waktu 16:30, CVGHM (Indonesian Center of Vulcanology and Geology Hazard Mitigation) menyatakan bahwa status gunung Bromo harus diubah menjadi “siaga” karena meningkatnya jumlah aktivitas tremor dan gempa vulkanik yang terjadi di gunung. Sebagai reaksi dari peningkatan status Bromo, pemerintah daerah kemudian menginstruksikan untuk mengevakuasi turis dan penduduk lokal sejauh tiga kilometer dan mendirikan kamp penampungan. Akhirnya, pada tanggal 26 November Bromo mengeluarkan asap dan membuat lapangan udara Malang ditutup pada tanggal 29 November hingga 4 Desember.

Sejarah gunung Bromo dan letusannya kembali tercatat pada tahun 2011, tepatnya pada bulan Januari. Aktivitas yang meningkat dari gunung ini mulai ditandai dengan banyaknya erupsi yang terjadi. Pada tanggal 23 Januari, CVGHM menyatakan bahwa sejak tanggal 19 Desember 2010, abu vulkanik dan material berpijar mulai terlihat dimuntahkan karena aktivitas erupsi ini yang kemudian menimbulkan hujan material yang jatuh di sekitaran kawah. Erupsi yang terjadi terus menerus pada tanggal 21 Januari juga menyebabkan sedikit abu jatuh menuju area pedesaan di Ngadirejo dan Sukapura Wonokerto di Probolinggo. Dampak dari hujan abu vulkanik yang terjadi sejak tanggal 19 Desember 2010 ini adalah terganggunya aktivitas normal dari gunung ini. Pada awal 2011, banyak kerisauan yang timbul mengenai efek dari erupsi ini terhadap ekonomi lokal, dan potensi terjadinya masalah lingkungan serta kesehatan bagi rakyat sekitarnya. Didukung dengan tingginya curah hujan pada bulan Januari 2011, potensi lahar dan aliran lava mulai naik disebabkan oleh deposit abu vulkanik, pasir, dan material-material lain yang mulai menumpuk. Aktivitas seismik juga didominasi oleh getaran tremor, dan banyak laporan yang menuliskan tentang suara dan intensitas visual dari erupsi yang terus masuk dari Pos Observasi Bromo. Pada tanggal 21 dan 22 Januari, dilaporkan terjadi erupsi dan tremor vulkanik yang aktivitasnya berhenti pada tanggal 23 Januari. Meskipun semua aktivitas berakhir, status gunung Bromo tetap pada level 3.

Sejarah gunung Bromo dan erupsi pada tahun 2011 menyebabkan dibangunnya zona isolasi gunung demi mencegah adanya korban jiwa. CVGHM juga menyarankan untuk membuat sebuah pos atau lokasi yang membagi-bagikan topeng dan pelindung mata. Selain itu, masyarakat juga diperingatkan untuk berhati-hati akan kumpulan abu yang menumpuk di genteng dan tempat lain yang mungkin bisa runtuh karena berat yang ditimbulkan oleh abu.

 
Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia